Di
antara nikmat terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama
ini sebagaimana dalam firman-Nya:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS
al-Ma‘idah [5]: 3)
Imam Ibnu
Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ini merupakan kenikmatan
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar kepada umat ini, di
mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama
mereka sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya. Dan (tidak pula
membutuhkan) nabi selain nabi mereka; oleh karena itu, Allah Subhanahu
wa Ta’ala menjadikannya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam) sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia,
maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada
yang haram kecuali yang beliau haramkan, tidak ada agama selain apa yang beliau
syari’atkan, dan setiap apa yang beliau beritakan adalah benar dan jujur, tiada
kedustaan di dalamnya.”[1]
Tidaklah Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam meninggalkan dunia ini melainkan telah meninggalkan
kaum muslimin dalam jalan yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya.
Semua permasalahan yang dibutuhkan oleh hamba telah dijelaskan dalam syari’at
Islam, sampai-sampai permasalahan yang dipandang remeh oleh kebanyakan manusia,
seperti adab buang hajat.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : تَرَكْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ
، إِلا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا ، قَالَ : فَقَالَ : صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ، ويُبَاعِدُ
مِنَ النَّارِ ، إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.
Abu Dzar
al-Ghifari a\ pernah mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam meninggalkan kita, sedangkan tidak ada seekor burung pun yang
mengepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menjelaskan kepada
kami. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
‘Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan dari
neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian.’”[2]
Dan alangkah
bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala tatkala
mengatakan:
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ فِيْ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللَّهِ
نَازِلَةٌ إِلَّا وَفِيْ كِتَابِ اللَّهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى
فِيْهَا
“Tidak ada suatu
masalah baru pun yang menimpa seorang yang memiliki pengetahuan agama kecuali
dalam al-Qur‘an telah ada jawaban dan petunjuknya.”[3]
Berikut ini adalah beberapa contoh kesempurnaan agama Islam. Kami
akan memaparkannya agar kita semua mengetahui betapa indahnya agama Islam dan
alangkah relevannya untuk setiap waktu dan setiap tempat:
1. Tauhid
Ini adalah masalah yang sangat penting sebab tauhid adalah kunci
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh mustahil, Islam menjelaskan masalah
adab buang hajat tetapi tidak mengajarkan masalah tauhid.
Tauhid berarti mengesakan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan berdasarkan
penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi
tiga:
1. Tauhid Rububiyyah
2. Tauhid Uluhiyyah
3. Tauhid Asma‘ wa Shifat
Agar semakin jelas, maka kami akan memaparkan lebih luas
macam-macam tauhid ini:
1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah meyakini dengan
sebenar-benarnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah
satu-satunya Pencipta, Penguasa, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan, Yang
Mematikan, dan sebagainya.
Di antara dalil
tentang tauhid rububiyyah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يُحْىِۦ
وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا نَصِيرٍۢ ﴿١١٦﴾
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia
menghidupkan dan mematikan. dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong
bagimu selain Allah. (QS at-Taubah [9]: 116)
Tauhid ini
diyakini oleh semua orang baik muslim maupun kafir, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ
لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا
يَعْلَمُونَ ﴿٢٥﴾
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” Katakanlah:
“Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman
[31]: 25)
Tidak ada yang
mengingkari tauhid rububiyyah kecuali orang yang sombong saja, sebagaimana
firman AllahSubhanahu wa Ta’ala:
وَجَحَدُوا۟ بِهَا وَٱسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًۭا
وَعُلُوًّۭا ۚ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿١٤﴾
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan
(mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa
kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS an-Naml [27]: 14)
2. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah memurnikan segala macam
ibadah hanya untuk Allah semata, baik ibadah lisan, hati, dan anggota badan.
Tauhid inilah yang berisi kandungan La Ilaha Illallah yang
berarti “tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja”.
Maka tidak boleh menyerahkan ibadah seperti do’a, menyembelih, nadzar, dan
sebagainya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekalipun dia
adalah malaikat atau nabi.
Di antara dalil
tauhid ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu
dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾
Hanya Engkaulah
yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[4]
Tauhid inilah yang
menjadi medan pertempuran antara para nabi dan kaumnya. Dan inilah hakikat
tauhid yang sesungguhnya. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa
Ta’ala menciptakan manusia, mengutus para nabi dan rasul, dan
menurunkan kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟
ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah
Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.”
(QS an-Nahl [16]: 36)
Tauhid jenis inilah pembeda antara muslim dan kafir dan inilah
hakikat tauhid yang sesungguhnya.
3. Tauhid Asma‘ wa Shifat
Tauhid asma‘ wa shifat adalah mengimani nama-nama dan
sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan
al-Qur‘an dan hadits shahih tanpa tahrif (pengubahan),
tanpa ta’thil (pengingkaran), tanpa takyif(membagaimanakan/menjelaskan tata caranya), dan
tanpa tamtsil (penyerupaan).
Di antara dalil
yang menunjukkan tentang sifat ini adalah firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala:
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟
ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟
يَعْمَلُونَ ﴿١٨٠﴾
Hanya milik
Allah asma‘ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asma‘ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS al-A’raf
[7]: 180)
وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ ﴿١١﴾
Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS asy-Syura [42]: 11)
2. Syarat Diterimanya
Amal
Setiap muslim dan
muslimah pasti mendambakan agar ibadahnya diterima oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Namun, bagaimanakah caranya agar amal ibadah kita diterima
oleh-Nya, berpahala, dan tak sia-sia belaka?! Seluruh ibadah manusia akan
sia-sia belaka kecuali apabila telah memenuhi dua syaratnya:
Syarat Pertama:
Ikhlas. Seorang harus benar-benar memurnikan niatnya hanya untuk Allah Subhanahu
wa Ta’ala, bukan karena pamrih kepada manusia, bangga terhadap dirinya,
atau penyakit hati lainnya. Syarat ini, memang berat—bahkan lebih sulit dari
syarat kedua—. Namun, barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh untuk
memenuhi syarat ini (yakni: ikhlas), niscaya akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ
دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (QS al-Bayyinah [98]: 5)
Oleh karenanya,
marilah kita ikhlaskan seluruh ibadah kita murni hanya untuk Allah Subhanahu
wa Ta’alasemata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi
bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa
tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi
shadaqah, dan pembaca al-Qur‘an. Perhatikanlah bukanlah jihad merupakan amalan
yang utama?! Bukankah shadaqah dan membaca al-Qur‘an merupakan amalan yang
sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya,
karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.
Syarat Kedua:
Al-Ittiba’. Seorang harus berupaya untuk beribadah sesuai yang dicontohkan oleh
RasulullahShallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ
ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿٣١﴾
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran [3]: 31)
Imam Ibnu
Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ayat yang mulia ini
merupakan hakim bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah tetapi dia
tidak mengikuti jalan yang ditempuh Nabi, dia dusta dalam pengakuannya sehingga
dia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dalam setiap ucapannya, perbuatannya, dan keadaannya.”[5]
Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada
contohnya dari kami maka tertolak.” (HR Muslim: 3243)
Oleh karena itu,
dalam setiap ibadah, marilah kita berusaha untuk meniru dan mencontoh praktik
NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar ibadah kita sesuai dengan
tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamsupaya amal ibadah
kita tidak sia-sia belaka. Tentu saja, hal ini menuntut kita untuk semakin giat
mempelajari agama dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam guna
mengetahui mana yang benar-benar ajaran NabiShallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
mana yang tidak. Dari sini kami menghimbau kepada segenap jama’ah untuk
bersemangat dalam mengkaji dan mempelajari agama Islam lebih mendalam.
3. Sosial
Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Dia pasti membutuhkan untuk
interaksi dan berhubungan dengan sesama lainnya. Oleh karena itu, Islam sebagai
agama yang sempurna telah menata dengan baik aturan interaksi antar sesama.
Perhatikanlah bagaimana Islam menganjurkan kepada pimpinan terhadap bawahannya:
وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿٢١٥﴾
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu,
yaitu orang-orang yang beriman. (QS asy-Syu’ara‘ [26]: 215)
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا
غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ
ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS
Ali Imran [3]: 159)
Dan perhatikanlah bagaimana Islam memerintahkan kepada bawahan
agar bersikap kepada atasannya:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ
وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى
شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ
وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS an-Nisa‘ [4]: 59)
Perhatikanlah bagaimana Islam mengatur hubungan antar sesama:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌۭ مِّن
قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًۭا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌۭ مِّن نِّسَآءٍ
عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًۭا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا
تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَـٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ
وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿١١﴾ يَـٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ
وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿١٢﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang. (QS al-Hujurat [49]: 11–12)
Islam bukan hanya
membahas hubungan antara manusia dengan Rabbnya, tetapi Islam juga
memerintahkan agar kita membaguskan hubungan dan akhlak dengan sesama, hablun minallah wa hablun minan nas.
4. Ekonomi
Al-Qur‘an telah menjelaskan kaidah-kaidah dalam masalah ekonomi,
sebab perekonomian itu kembali kepada dua permasalahan:
1. Pintar dalam mencari harta
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah membuka lebar-lebar segala pintu untuk mencari harta
selagi tidak melanggar agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ
وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ ﴿١٠﴾
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung. (QS al-Jumu’ah [62]: 10)
2. Pintar dalam membelanjakan harta
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah memerintahkan untuk hemat dan tidak boros dalam
membelanjakan harta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman:
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟
وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا ﴿٦٧﴾
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqan [25]: 67)
5. Politik
Al-Qur‘an telah menjelaskan masalah-masalah politik secara
gamblang. Hal itu karena politik yang bermakna pengaturan negara terbagi
menjadi dua macam:
1. Politik Luar Negeri
Politik ini kembali kepada dua sumber utama:
Pertama:
Mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi serangan musuh/penjajah. Tentang hal
ini, AllahSubhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍۢ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60)
Kedua: Persatuan
yang kuat dalam kekuatan tersebut. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai-berai. (QS Ali Imran [3]: 103)
2. Politik Dalam Negeri
Politik ini kembali kepada penyebaran keamanan dalam negeri,
membasmi kezaliman dan memberikan hak kepada pemiliknya. Dan sumber politik
dalam negeri ada dalam enam perkara yang semuanya telah dijelaskan dalam Islam
secara terperinci:
a. Agama. Oleh karenanya,
Islam memerintahkan tauhid dan melarang syirik serta menghukum orang yang
murtad karena agama bukan permainan.
b. Jiwa. Oleh karenanya, Islam
melarang pembunuhan dan bunuh diri serta memberikan hukuman dan ancaman yang
keras bagi pelakunya.
c.
Akal. Oleh karenanya, Islam melarang minum khamar (setiap
yang memabukkan) karena hal itu merusak akal.
d. Nasab. Oleh karenanya, Islam
menganjurkan pernikahan dan melarang perzinaan.
e. Harta. Oleh karenanya,
Islam melarang pencurian, perampokan, dan mengambil harta orang lain.
f.
Kehormatan. Oleh karenanya, Islam melarang untuk menuduh orang lain tanpa
bukti.[6]
Dengan penjelasan contoh-contoh di atas, dapatlah kita mengambil
kesimpulan betapa indah dan sempurnanya agama Islam. Oleh karenanya, hendaknya
kita semakin bangga dengan agama Islam dan semangat dalam menerapkan dan
menyebarkannya dalam kehidupan ini, sebab kita yakin seyakin-yakinnya bahwa
jika kita mengikuti aturan agama Islam maka kita akan meraih kebahagiaan dunia
dan akhirat. Maka kami menyeru kepada semuanya:
Wahai kaum
muslimin; Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
beribadahlah hanya kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala, tunaikanlah
perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa shalat,
puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
Wahai para orang tua; Perhatikanlah anak-anak kalian, jaga dan
bimbinglah mereka dengan pendidikan Islam.
Wahai para suami; Didiklah istri dan anak-anak kalian dan jagalah
mereka dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan bebatuan.
Wahai para istri
dan wanita muslimah, jadilah wanita-wanita shalihah yang taat beragama,
melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi
larangan-Nya, jagalah jilbab kalian dan jangan pamerkan aurat kalian, janganlah
kalian tertipu dengan propaganda-propaganda setan yang semua berupa kebebasan,
emansipasi, gender, dan lain sebagainya.
Wahai para pemerintah; Tunaikanlah kewajiban kalian dan hak rakyat
dengan penuh amanah dan kejujuran, perhatikanlah kebutuhan mereka dengan penuh
kasih sayang.
Wahai para rakyat;
Jadilah kalian sebagai rakyat yang baik, jalankan hak Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan hak makhluk, bantulah dan do’akanlah pemimpin kalian
dengan kebaikan.
Wahai para ustadz,
kiai, mubaligh, guru, da’i; Tunaikanlah kewajiban kalian untuk menjelaskan
agama ini kepada umat dengan penuh keikhlasan, jelaskanlah kepada umat tentang
tauhid dan peringatkan umat dari syirik, sampaikan kepada umat tentang sunnah
dan peringatkanlah umat dari bid’ah, ajaklah umat kepada ketaatan dan
jauhkanlah dari kemaksiatan; semua tanpa rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Wahai para pemuda dan anak; Sibukkanlah diri kalian untuk menuntut
ilmu agama dan hal-hal yang bermanfaat, milikilah akhlak yang indah kepada
sesama, karena kalian adalah masa depan umat.
Wahai para pemilik media baik cetak maupun elektronik; Jadilah
kalian pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan,
janganlah kalian menjadikan media sebagai sarana untuk memenuhi kemauan setan.
Marilah kita tutup tulisan ini dengan do’a kepada Allah
secara khusyuk dan menghadirkan hati.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa keluarga kami, orang
tua kami, istri dan anak-anak kami serta saudara-saudara kami semuanya.
Ya Allah, berikanlah kepada kami sinar ilmu dan hidayah agar kami
dapat mengetahui kebenaran dan menangkis virus-virus pemikiran sesat yang
sangat merajalela pada zaman sekarang. Ya Allah, berikanlah kepada kami
kekuatan untuk itu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan kami, perbaikilah hati kami, dan
perbaikilah keadaan negara kami.
Ya Allah, berikanlah kekuatan dan hidayah kepada para pemimpin
kami dalam menjalankan amanah-Mu dengan sebaik-baiknya.
Ya Allah, turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi. Ya Allah,
luaskanlah rezeki untuk kami dengan rezeki yang halal.
Ya Allah, janganlah Engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami
kecuali Engkau telah mengampuninya, dan suatu hutang kecuali Engkau
melunasinya, sakit kecuali Engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau
memudahkannya.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar
as-Sidawi
[2] Diriwayatkan oleh
ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir:
1647 dengan sanad yang shahih. Lihat ash-Shahihah: 1803
al-Albani.
[3] Ar-Risalah hlm. 20
[4] QS al-Fatihah
[1]: 5
[5] Tafsir al-Qur‘anil
Azhim 1/477
0 komentar:
Post a Comment